Di kalangan peternak, kualitas ransum seringkali terabaikan. Pasalnya, manajemen penerimaan, penanganan, serta penyimpanan ransum yang selama ini diterapkan oleh beberapa peternak terkesan asal-asalan. Belum lagi kondisi gudang ransum yang jarang diperhatikan, maka bisa dipastikan kandungan air dalam ransum meningkat dan jamur akan dengan mudah mengontaminasi. Oleh karena itu, untuk menghindari kerusakan ransum lebih jauh lagi, mari kita simak manajemen penanganan dan penyimpanan ransum yang benar berikut ini.
Memilih Ransum Berkualitas Diawali dengan Memilih Supplier yang Tepat
Produsen atau supplier ransum memiliki peran penting sebagai penentu awal kualitas ransum. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika supplier atau produsen ransum ini dipilih peternak dengan ketat. Pertimbangan harga perlu diperhitungkan, mengingat 70% biaya pemeliharaan ayam berasal dari ransum. Namun menjadikan pertimbangan harga ini sebagai patokan bukanlah hal yang tepat. Kualitas ransum tetap menjadi pertimbangan utama kita. Apalah artinya jika kita mendapatkan ransum dengan harga murah namun saat diberikan pada ayam, pertumbuhannya tidak optimal? Bukankah hal ini jauh lebih merugikan?
Untuk memilih jenis ransum yang akan kita gunakan, kita perlu membandingkan antara harga dengan kandungan nutrisi yang terkandung dalam ransum, terutama rasio harga per % protein kasar atau energi metabolisme-nya. Contohnya seperti terlihat pada Tabel 1, sebuah analisis sederhana yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk pemilihan ransum. Jika hanya berpedoman pada harga, maka tentu yang dipilih adalah Ransum A (Rp. 5.400). Namun jika dibandingkan antara rasio kandungan nutrisi dengan harga, maka seharusnya yang dipilih untuk dibeli adalah Ransum B (Rp. 5.500) karena harga per kandungan nutrisinya lebih murah (hanya Rp. 251,83).
Data kandungan nutrisi ini bisa diperoleh di leaflet ransum. Namun akan lebih update dan objektif jika kita bisa melakukan uji laboratorium, terutama untuk kadar protein kasar. Hanya saja kelemahannya, uji lab ini memerlukan waktu yang relatif lebih lama sehingga perlu pengaturan waktu secara lebih baik oleh peternak.
Prosedur Penerimaan dan Penyimpanan Ransum
Setelah diperoleh ransum berkualitas dari supplier yang dikenal baik pula kualitasnya, maka langkah selanjutnya yang harus dipersiapkan ialah menangani ransum ini dengan baik hingga kualitasnya tetap terjaga sampai ransum diberikan. Menjadi prosedur wajib, saat ransum datang ke peternakan hendaknya dilakukan pengambilan sampel untuk dilakukan pengujian kualitas (quality control), baik secara fisik maupun laboratorium. Tujuannya, agar ransum yang diterima sesuai dengan yang dipesan. Jangan lupa untuk selalu mencatat nomor batch yang tercantum pada karung ransum. Nomor batch ini bisa dijadikan dasar jika suatu saat ada komplain yang akan kita sampaikan kepada produsen atau supplier ransum tersebut. Setelah dinyatakan lulus quality control, selanjutnya ransum disimpan di gudang.
Menurut Rusman dan Siarah (2005), penyimpanan ransum juga perlu diperhatikan agar ransum tidak lembab atau rusak. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika ransum disimpan di gudang antara lain (CJ Feed Indonesia, 2008):
1) Perhatikan suhu, kelembaban, sirkulasi udara dan tampias air hujan
Kondisi suhu dan kelembaban di gudang sangat berpengaruh terhadap stabilitas kualitas ransum. Saat suhu tinggi, nutrisi dalam ransum, terutama vitamin dan protein, akan lebih cepat rusak. Dan saat suhu rendah, jamur akan tumbuh lebih cepat. Akibatnya sejumlah kandungan nutrisi ransum akan berkurang karena sebagian digunakan oleh jamur.
Jamur juga lebih cepat tumbuh pada kondisi kelembaban tinggi. Jamur-jamur ini kemudian akan menghasilkan senyawa toksin (mikotoksin) yang berpengaruh pada penurunan sistem kekebalan dan pertahanan tubuh ayam.
Selain suhu dan kelembaban, sirkulasi udara juga perlu diperhatikan agar pertukaran oksigen berjalan dengan baik. Sirkulasi udara yang kurang optimal bisa meningkatkan suhu dan kelembaban. Perhatikan juga atap, segera perbaiki jika ada atap yang bocor. Adanya tetesan air atau tampias air hujan menjadi pemicu yang sangat ampuh bagi pertumbuhan jamur.
2) Gunakan pallet sebagai alas tumpukan ransum
Pallet bisa dibuat dari plastik atau balok kayu. Ketebalan pallet ini setidaknya 10 – 15 cm. Dengan adanya pallet diharapkan ransum yang berada di bagian paling bawah tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Hal ini untuk mengurangi resiko ransum menjadi lembab, menggumpal dan ditumbuhi jamur.
Pallet hendaknya bisa secara rutin dibersihkan, terutama saat tumpukan ransum habis dan akan digunakan untuk menumpuk ransum yang datang berikutnya. Hati-hati jika menggunakan pallet dari kayu, seringkali rongga atau pori-pori kayu dijadikan sebagai tempat persembunyian kutu. Pengecatan bisa dilakukan untuk menutup pori-pori tersebut. Bahkan jika perlu, lakukan penyemprotan insektisida pada pallet kayu tersebut sebelum digunakan.
3) Batas waktu penyimpanan ransum
Penyimpanan ransum yang terlalu lama akan menyebabkan turunnya kualitas ransum. Meskipun lamanya penyimpanan ini dipengaruhi pula oleh banyak faktor seperti kondisi gudang ransum, bentuk ransum, kontaminasi serangga, dll. Salah satu rekomendasi pabrik pakan pun menyatakan ransum yang diproduksi oleh pabrik pakan hendaknya digunakan maksimal 21 – 30 hari setelah tanggal produksi.
Jika dilihat dari bentuknya, maka ransum bentuk mesh akan lebih mudah rusak dibandingkan ransum bentuk crumble maupun pellet. Ransum bentuk mesh diketahui maksimal disimpan dalam gudang selama 2 minggu, sedangkan ransum crumble dan pellet disimpan maksimal selama 3 – 4 minggu.
4) Terapkan sistem FIFO dan FEFO
First in first out merupakan kepanjangan dari FIFO yang bisa diartikan ransum yang pertama diterima adalah ransum yang lebih dahulu harus digunakan. Sedangkan FEFO atau first expired first out bermakna ransum dengan masa expired (masa kadaluarsa) terdekat lah yang harus terlebih dahulu digunakan. Dengan sistem ini maka ransum dapat terjaga kualitasnya dan meminimalkan ransum di-reject (dibuang). Penerapan sistem FIFO maupun FEFO membutuhkan penataan tumpukan ransum yang jelas dan teridentifikasi. Pemasangan label atau papan petunjuk akan mempermudah aplikasi ini.
5) Pembersihan dan desinfeksi
Setiap hari hendaknya gudang penyimpanan ransum dibersihkan, terutama pada jalur utama keluar masuk gudang, bagian pojok-pojok gudang atau di bawah pallet. Adanya sisa ransum yang tidak dibersihkan bisa memicu tumbuhnya jamur dan berkembangnya insekta (serangga) maupun hama seperti tikus.
Jika perlu lakukan fumigasi menggunakan bahan sulfuryl flouride untuk memberantas insekta. Sulfuryl flouride diketahui tidak meninggalkan residu pada ransum yang disimpan. Penyemprotan insektisida juga bisa dilakukan untuk membasmi berbagai hama tersebut pada saat pembersihan dan desinfeksi total gudang ransum. Namun penggunaan insektisida ini perlu hati-hati jangan sampai mengenai ransum sehingga bersifat racun pada ayam. Minimal 1 bulan sekali atau saat masa istirahat kandang dilakukan pembersihan dan desinfeksi total pada gudang.
Persoalan terkait manajemen penanganan dan penyimpanan ransum ayam memang bukan sesuatu hal yang sepele. Sedikit saja ransum tercemar, maka peternak akan merugi karena ransum memegang biaya produksi tertinggi pada usaha peternakan. Maka, kunci pencegahan utama untuk menghindari kejadian tersebut terletak pada penerapan manajemen penyimpanan ransum yang baik. Tips terakhir agar kualitas nutrisi ransum selalu terpantau pada setiap rantai penanganannya, hendaknya peternak melakukan kontrol kualitas ransum melalui uji fisik maupun kimia (di laboratorium) secara rutin minimal 1 bulan sekali atau saat dilakukan pergantian supplier serta formulasi ransum. Selamat mencoba. Sukses selalu.
(http://info.medion.co.id)